Please Click View.......in a Larger Map, you visit to Information About Tegal

Jumat, 03 Desember 2010

PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR 

                                              Ilustrasi
Pada prinsipnya, Hukum Agraria Indonesia tidak memperkenankan adanya tindakan penelantaran tanah oleh Pemiliknya ( Pemegang Hak ). Sebab tindakan demikian dikuatirkan akan memicu tumbuhnya efek negatif yang akan merugikan banyak pihak, antara lain seperti : Kesenjangan sosial-ekonomi, menurunnya kualitas lingkungan dan bahkan Konflik horizontal.

Guna mencegah munculnya efek negatif tersebut, maka upaya penelantaran tanah harus segera diantisipasi sedini mungkin. Untuk itulah Undang - Undang No. 5 / 1960 ( Agraria / UUPA ) mengingatkan kita semua, terutama para Pemegang hak, untuk tidak menelantarkan tanahnya secara sengaja. Keseriusan UUPA melarang adanya tindakan penelantaran tanah, nampak pada ancaman berupa sanksi yang akan diberikan, yaitu : Hapusnya hak atas tanah yang bersangkutan, Pemutusan hubungan hukum antara Tanah dan Pemilik, dan tanahnya akan ditegaskan sebagai Tanah Negara ( Tanah yang dikuasai langsung oleh Negara ), sebagaimana dalam Pasal 27, 34 dan 40 UUPA.

Tanah Terlantar.

Definisi mengenai Tanah Terlantar terdapat dalam Penjelasan Pasal 27 UUPA, yang menegaskan bahwa " Tanah diterlantarkan kalau dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan daripada haknya ". Namun sejak pengundangan UUPA, Pasal-pasal mengenai tanah terlantar ini tidak dengan serta merta dapat dilaksanakan, sebab juklak pasal tersebut diatas belum diterbitkan, akibatnya larangan penelantaran tanah tidak efektif, sehingga tindakan penelantaran tanah semakin meluas dan tak terkontrol.

Kondisi ini menyadarkan Pemerintah untuk segera bertindak, maka pada Tahun 1998 ( kurang lebih 30 Tahun kemudian ), Pemerintah menerbitkan juklak tata cara penyelesaian Tanah Terlantar melalui Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 36 / 1998, akan tetapi dalam prakteknya penerapan PP ini kurang kondusif, sehingga berdasarkan tuntutan dinamika pembangunan, Pemerintah kembali meninjau dan membaharui PP No. 36 / 1998 dengan PP No. 11 / 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.

PP No. 11 Tahun 2010.

PP No. 11 / 2010 pada prinsipnya mengatur tata cara mengenai penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar, melalui serangkaian tindakan seperti : Identifikasi, Penetapan dan Pendayagunaan tanah terlantar, sebagaimana dibawah ini :

1. Objek Penertiban Tanah Terlantar. Objek tanah terlantar meliputi bidang tanah yang sudah diberikan oleh Negara kepada Pemegang hak berupa : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan Dasar Penguasaan; yang tidak dipergunakan / tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan Pemberiannya / Dasar penguasaannya. Yang tidak termasuk dalam kriteria ini adalah : Tanah Hak Milik / Hak Guna Bangunan milik Perseorangan yang secara tidak sengaja, tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, dan Tanah asset Pemerintah yang tidak sengaja, tidak dipergunakan sebagaimana mestinya.

2. Identifikasi dan Penelitian. Kanwil BPN Provinsi menyiapkan data tanah yang terindikasi terlantar, selanjutnya Panitia ( unsur BPN dan Instansi terkait ) melaksanakan identifikasi dan penelitian atas objek dimaksud. Identifikasi dan penelitian dilaksanakan terhitung 3 Tahun sejak diterbitkannya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau sejak berakhirnya Izin / Keputusan / Surat Dasar Penguasaan, atas tanah dari Pejabat yang berwenang. Hasil penelitian Panitia disampaikan kepada Kepala Kanwil BPN Provinsi.


3. Peringatan. Apabila hasil penelitian Panitia menyimpulkan terdapat tanah terlantar, maka Kakanwil BPN Provinsi secara tertulis memberikan Peringatan Pertama ( ke I ) kepada Pemegang hak, agar dalam tempo 1 Bulan segera menggunakan tanahnya sebagaimana mestinya. Jika Peringatan Pertama tidak juga dilaksanakan, segera diikuti Peringatan ke II dan ke III ( semua surat peringatan dilaporkan ke Kepala BPN RI dan Pemegang Hak Tanggungan / Kreditur, jika tanah dimaksud sedang terikat Hak Tanggungan ). Dan apabila Peringatan ke III tidak juga direspon oleh Pemegang hak, maka Kakanwil BPN Provinsi segera mengusulkan ke Kepala BPN RI untuk menetapkan tanah dimasud sebagai Tanah Terlantar. Selama proses pengusulan sebagai tanah terlantar, status atas tanah dimaksud dinyatakan dalam keadaan status quo ( tidak dapat dilakukan perbuatan hukum apapun ).

4.Penetapan Tanah Terlantar. Kepala BPN RI selanjutnya menetapkan tanah dimaksud sebagai Tanah terlantar, dalam penetapannya Kepala BPN RI juga menetapkan hapusnya hak atas tanah tersebut sekaligus juga memutuskan hubungan hukum antara tanah dengan pemegang hak, serta menegaskan tanah tersebut sebagai Tanah Negara, yaitu tanah yang dikuasai secara langsung oleh Negara. Tanah yang sudah dinyatakan sebagai Tanah Terlantar, dalam jangka waktu 1 Bulan wajib dikosongkan oleh bekas Pemegang hak dari benda-benda yang ada diatasnya dengan biaya sendiri, dan apabila bekas Pemegang hak tidak memenuhi kewajiban tersebut, maka benda-benda yang ada diatas tanah dimaksud tidak lagi menjadi miliknya, melainkan dikuasai langsung oleh Negara.

5. Pendayagunaan. Atas objek tanah dimaksud, maka selanjutnya untuk : Peruntukkan penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan, akan didayagunakan untuk kepentingan Masyarakat dan Negara melalui Reforma Agraria dan program strategis negara serta untuk cadangan negara lainnya.

Dikutib dari Sumber : http://landdiary.blogspot.com/2010/04/tanah-terlantar_20.html

Comments :

0 komentar to “PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR”

Posting Komentar

UU. Informasi Geospasial

Page view Histats

review mazprie82tanah.blogspot.com on alexa.com

Visitor Counter

Blog Archive

 

Copyright © 2009 by Indo Kadaster info

Template by Blogger Templates | Powered by Blogger